Selasa, 11 Januari 2011

SESUATU YANG HILANG

Oleh : Suljiyah

            “Diam serius ‘ga aich?!”kata ku dengan lantang.
Semua terheran,mulut mereka tertutup,kaku dan membisu
            ”Ceileee...,sejak kapan kamu jadi tegas seperti ini?Ku takut....”Suara Rina memecah kesunyian
”Woy cepetan Rapat mau segera dimulau nich!”
Santos,ketua kelas mulai berkata ,tapa salam tanpa pembukaan Santos mulai nyerocos
            ”Woy kepriwe?Sapa sing duwe Usul?Aja meneng bae Atuh…!”
Pertanyaan santos dijawab dengan beberapa usulan,dua,tiga Orang diantara kami muali ngotot,mengeluarkan beberapa pandapat
            Aku hanya bengong tak mengerti bahasa mereka.dengan duduk bersila, kusangga dagu ku dengan tangan kanan.Aku bertanya dalam hati
            ”Bagaimana mau usul ?aku sendiri tak tau apa yang dibicarakan.” Sesekali aku angkat jari, melontarkan kata yang tak berarti. ”Bisa gak ngomongnya pake bahasa Indonesia?” Tapi semua nak tak menghiraukannya. Sungguh suatu kesia-siaan. Rapat yang menurutku tak bearti. Seolah hanya mainan. Di buka tanpa salam dan ditutup dengan keributan. Langkah-langkah keluar dengan tergesa. Padahal rapat belum ditutup. Tapi aku sependapat dengan mereka untuk apa menutup acara jika awalnya tak dibuka.

***

Bel kembali berdering. Semua anak bergegas pulang. Kecuali kelasku. Aku tak mengerti  ada acara apa. Setelah ku dengarkan. Aku baru mengerti berisi tentang peraturan-peraturan hasil rapat yang tadi tidak ku ikuti. Bagi siapa yang melanggar akan diberi sanksi.
Sesekali aku tertawa. Melihat Santos yang gelagapan di depan kelas. Dengan wajah memerah, ia menunduk. Mulai gugup untuk bicara. Selembar kertas mulai diangkat. Hampir menutup seluruh mukanya. Tangan bergetar, Santos merasa gugup. Dengan terbata-bata santos bicara. Kata-katanya tak jelas. Satu dua kata terpeleset. Bahkan sempat tertinggal ditenggorokan.
Aku heran. Seorang ketua kelas yang blagu bisa malu. Hanya dengan menatap beberapa pasang mata. Santos yang biasanya nyerocos bisa membisu, terpaku dan kaku. Cuape dech!!!!
***
Pagi-pagi benar. Aku berangkat ke sekolah, tepat jam06.30. aku sudah berada diambang pintu. Aku melangkah menghampiri kawanku. Mulai bergosip tentang Santos.
”Hei...bro, aku senang banget, kemarin aku bisa lihat Santos dengan wajah merah karena malu. Ketua kelas apaan kayak gitu. Cumong, cucah ngomong gitu ...!” kataku penuh kepuasan. Ke tiga temanku tertawa. Sudah lama kami benci pada dia. Blagu dan Ngomdo.
”Bro ,... kita lihat hari ini, peraturannya bakal diberlakukan gak, oke?” kataku nyeletuk.
”Oke,...! suara temanku serantak.
***

Bel tanda masuk berbunyi. Murid dikelas ku duduk rapi. Selang beberapa menit. Bu Nikem datang. Nama aslinya Arnike Kusumawati. Dia adalah guru yang tidak mau kalah oleh muridnya. Sekali bilang benar, harus benar. Padahal kami menganggap salah. Hal itu yang membuat kelas x tak menyukai dia.
”tok...tok...tok,” suara intu diketuk Via ratu bolos di kelasku. Seperti rapat kemarin. Terlambat 15 menit sanksinya mengepel ruangan. Setelah ku amati, peraturan berjalan baik. Semua bisa mematuhi. Tapi entahlah untuk esok hari. Masih seperti ini atau tidak.

***
Ini adalah hari ke dua. Pemandangan yang membuat tubuhku terhenyak. Aku berlari dengan tangan mengepal. Ku tutup pintu dan menguncinya. Semua itu ku lakukan demi menegakkan keadilan. Di sana ku dapati seorang ketua kelas keluar dan menemui seseorang. Tertawa dan bercanda. Padahal bukan waktu istirahat.
Yaaa... seperti inilah kelasku. Tak ada guru, semua keluar. Padahal mereka tahu dalam peraturan yang berlaku ”Dilarang keluar saat jam pelajaran” . bagaimana peraturan ini akan ditaati sedangkan figur kelas sendiri masih melanggar.
”Tok,..tok ...tok.. ,”pintu kelas diketuk dengan keras. Aku bergegas dan berlari membuka pintu. Dengan cepat ku buka kunci. Pintu ku buka agak lebar. Dengan muka tegas aku berkata,”Kenapa peraturan kau langgar?” dengan lantang Santos menjawab, ”Idih siapa yang buat peraturan seperti ini?” Si Wati tuh yang ngusulin seperti ini.”
Dengan nada kesal aku menjawab,”Tapikan ini peraturan bersama dan sudah menjadi aturannya seperti ini. ”EGP,” Santos menjawab sekenanya.
Hati kecilku berkata,” Apakah peraturan di kelas ini hanya berlaku bagi yang mengusulkannya?” padahal ini peraturan bersama. Meski yang membuat satu orang, tapi yang menjalankan adalah semuanya. Dasar ketua blagu, tak pernah mau tahu. Bisa-bisanya dia ngomong EGP.
Kembali aku berkumpul dengan temanku. Menggugat apa yang seharusnya kita gugat. Tapi Santos hanya cuek dan merasa bodoh.

***
Pengamatan untuk hari ke tiga. Hari ini aku perhatikan satu demu satu dari mereka. Jam kosong menjadi sasaran utama. Pandangan tajamku tertuju pada anak yang lewat di depanku.
”Assalamu ’Alaikum,” terdengar salam yang mengiringi ketukan pintu. Suara yang terdengar dari luar. Wati mencoba membuka pintu. Namun tindakannya terhenti,” Wati jangan dibuka.” suara wakil ketua kelas melarang. Tapi wati tetap membuka pintu. Seorang cewek tengah berdiri membawa 4 bungkus jajanan.
Beberapa menit kemudian. Ku pandangi langkah wakil ketua. Langkahnya terarah menuju pintu. Tak lama pula diikuti oleh langkah ketua kelas. Ku hampiri mereka berdua.” ada keperluan apa kalian keluar kelas?” kataku dengan nada sok tegas. ”Buyer di kelas, sumpek pengin ke luar cari angin, lagian ga ada guru inih!” mereka menjawab dengan santai.
Ku kunci pintu. Lalu melangkah ke depan. Ku heningkan kelas. Dengan tegas aku berkata,”Woy dengar, peraturan di kelas ini telah hilang, keadilan tak berpihak pada kita. Lihat ketua kelas dan wakilnya berada di luar. Apakah ada di antara kalian yang mampu melarang?” mereka keluar dengan sekenanya. Sementara jika kita yang keluar, kita di marahi. Adilkah ini?” mana peraturan yang telah kita sepakati?” akankah selamanya kalian seperti ini, gugat donk!” mereka hanya berdua. Sedangkan kita banyak. Kalian gak usah takut,” kataku tegas teriring emosi. Sampai tak sadar ku pukul meja guru.
”Iya, betul tuh!” suara anak-anak serentak,seolah setuju.
”Tapi kalian harus ingat. Demi menciptakan ketnangan dan kelancaran KBM. Kita semua harus berubah. Itu semua sia-sia. Kawan marilah kita berubah. Tempuh jalan lurus,” kataku meniru ustadz.
Kelas hening. Seolah meresapi apa yang ku katakan. Setelah diskusi, kami sepakat mengganti kepemimpinan. Berharap semester dua akan lebih aman terkendali.    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar